Kamis, 26 September 2019

Teks cerita sejarah pribadi : Kehilangan Sosok yang Aku Cintai

                Pada tanggal 21 Agustus 2017, aku dan ayahku melakukan kerja bakti membersihkan rumah dan menanam pohon di halaman rumahku. Masih jelas dalam ingatanku, kala ayah berusaha untuk mengeluarkan pohon kelengkeng dari potnya untuk dipindahkan ke tanah, ayah mengeluh kepadaku.
                “Aduh, dik. Bentar kita istirahat dulu.” pinta ayah kepadaku. Aku yang melihat itu langsung menghampiri ayah dan bertanya, “Kenapa Yah?”. Ayah tidak langsung menjawab pertanyaanku melainkan langsung memegang dada bagian kirinya. Aku yang paham akan hal itu, langsung bertanya kepada ayah, tetapi ayah langsung menjawab, “Jantung ayah nggak kuat, dik.” Jujur saja pada saaat ayah berkata seperti itu, aku tidak memiliki pemikiran yang aneh-aneh mengenai keadaan ayah.
                Keesokan harinya, ayahku berangkat ke Semarang karena suatu hal yang berkaitan dengan rumah kami yang berada di sana. Tapi sayangnya aku tidak dapat mengantarkan ayah ke bandara dikarenakan aku harus sekolah. Setelah beberapa jam, ayah mengabari keluarga kami bahwa dirinya telah sampai di Semarang dengan selamat. Ayah berada di Semarang lebih kurang 2 hari. Pada saat ayah berada di sana, aku mendapat kabar bahwa ayah masuk rumah sakit dikarenakan sesak nafas. Aku merasa kasihan kepada ayah.
                Akhirnya, setelah urusan ayah selesai, ayah kembali ke Palembang. Pada saat ayah sampai di rumah, ayah tidak mengeluh apa-apa kepada kami. Tapi pada pukul 10 malam, mama buru-buru menghampiriku dan berkata bahwa ayah kembali sesak nafas. Setelah memberi beberapa wejangan kepadaku, mama dengan segera membawa ayah ke rumah sakit terdekat.
                Ayah dirawat di rumah sakit selama kurang lebih 4 hari. Tetapi pada Senin sore, mama mengatakan kepadaku  bahwa ayah telah dipindahkan ke rumah sakit umum. Aku yang mendapat kabar tersebut langsung ingin menjenguk ayahku dan mempunyai pemikiran yang buruk mengenai ayahku. Tapi mamaku menyuruhku untuk pulang ke rumah dan menunggu kakak pulang.  Dan mama juga memberi tahu bahwa mama tidak akan pulang ke rumah pada hari itu.
                Keesokan harinya, mama menyuruhku untuk datang ke rumah sakit umum terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Aku pun mengiyakan perintah mama. Selama perjalanan menuju rumah sakit umum, aku mulai merasakan dan memikirkan hal yang buruk mengenai ayahku. Sesampainya di sana, aku melihat budhe dari pihak ayahku, teman-teman ayahku dan beberapa orang yang tidak aku kenal.
                Mama membawaku masuk ke dalam IGD untuk melihat kondisi ayah. Jujur saja aku tidak ingin melihat bagaimana kondisi ayahku. Pada saat di IGD, aku melihat banyak pasien dengan kondisi yang sudah sangat parah. Ada yang menjadi korban kecelakaan, yang mengidap penyakit jantung dan banyak lagi. Setelah sampai di ruangan ayahku, aku melihat ayahku terbaring lemah dengan sekujur tubuhnya dipenuhi alat-alat kesehatan. Aku yang melihat keadaan ayah tidak bisa menahan tangisku. Aku langsung saja keluar dari IGD tersebut dan memeluk budheku.
                “Gimana dik? Udah liat ayah?” tanya budhe. Aku pun mengangguk dan berkata, “Adik nggak nyangka kalo ayah bakal kayak gini budhe,” mama yang melihatku pun segera memelukku dan berbisik kepadaku, “Adik nggak boleh kayak gini, adik harus kuat. Doain ayah terus ya nak,” Akhirnya setelah aku tenang, mama menyuruhku untuk pulang ke rumah. Diperjalanan pulang, aku masih saja menangis, memikirkan keadaan ayah.
                Setelah beberapa hari di IGD, akhirnya ayah dipindahkan ke ruangan ICU. Aku terus memikirkan bagaimana keadaan ayah. Bahkan pernah suatu hari aku menanyakan keadaan ayah dan mama menjawab bahwa keadaan ayah sempat kritis. Disitu aku mulai berpikiran yang buruk tetapi segera aku tepis pikiran tersebut dan selalu berpikir positif bahwa ayah akan segera sembuh.
                Karena keadaan ayah yang semakin memburuk, kami terpaksa merayakan lebaran Idul Adha tanpa ayah. Suasana yang aku rasakan sangatlah sepi. Karena biasanya ayah lah yang sering mencairkan suasana dengan berbagai leluconnya. Biasanya sehabis kami melaksanakan solat ied, kami akan makan bersama. Tapi karena keadaan ayah yang begitu, setelah makan kami bergegas menuju rumah sakit untuk menjenguk ayah.
                Sesampainya di rumah sakit, aku disuruh mama untuk menjenguk ayah di ruang ICU. Ditemani om dan budhe,aku menjenguk ayah. Pada saat di depan ICU, aku tidak dapat menahan air mata ku kembali. Sambil menunggu diriku tenang, om dan budhe memberikan wejangan agar aku menyemangati ayah dan selalu mendoakan ayah.

                Hingga suatu hari, aku dan budhe dari pihak mama harus membeli kacamata ku yang hilang. Akhirnya aku dan budhe segera bergegas menuju optik. Sekembalinya kami dari optik, mama memberikan pilihan kepadaku. Masih teringat jelas di ingatanku dan sampai sekarang aku masih merasa menyesal. Mama meminta ku untuk menjenguk ayah, tapi karena hari sudah petang dan waktu besuk juga sudah habis maka aku berkata bahwa, “Nggak usah ma, biarin ayah istirahat.”
               Saat pukul 7 malam, aku dijemput kakak ku untuk pulang ke rumah. Pada sepanjang malam itu, tidak pernah terlintas dibenakku bahwa aku akan kehilangan laki-laki yang sangat aku sayangi dan cintai itu. Sesampainya di rumah, aku mandi dan mengerjakan tugas. Setelah itu, aku lekas pergi tidur agar besok aku tidak kesiangan.
                Tepatnya pukul 12 malam, aku dibangunkan oleh budhe ku. Aku melihat wajah budhe ku itu seperti orang yang habis menangis. Aku yang baru bangun tidur itu bingung kala kakak ku membereskan ruang keluarga. Aku berpikir bahwa akan ada keluarga ku yang datang ke rumahku, tapi jika keluarga ku memang ingin ke rumah kenapa semua sofa diangkut ke teras belakang rumah kami. Aku yang masih kebingungan itu, disuruh oleh budhe untuk mengganti pakaian yang lebih sopan lagi.
                Hingga aku mendengar pembicaraan antara tetangga depan rumah ku dengan seorang satpam komplek. “Pak, udah tahu belum kalo ayahnya lala meninggal?” setelah mendengar kalimat tersebut, hatiku mencelos. Aku segera mencari budhe ku dan bertanya perihal itu. Aku megharapkan bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi. Tapi takdir berkata lain, budhe mengangguk dan menenangkan aku yang sudah menangis histeris. Ayahku meninggal pada hari senin, 11 September 2017.
                Tepat pukul 2 dini hari, jenazah ayah dibawa ambulans ke rumah. Aku yang mendengar sirine ambulans itu langsung memasuki kamar, karena aku tidak kuasa melihat jenazah ayahku. Aku pun menyesal tidak bisa menyemangati mendiang untuk terakhir kalinya. Mama yang melihat kepergian diriku menyusul ke kamar ku. “Udah adik ikhlasin aja ayah. Doain ayah terus ya nak. Adik jangan sedih lagi, nanti ayah juga ikutan sedih disana,” hibur mama.
                Setelah sholat zuhur, ayah dikebumikan di TPU dekat rumahku. Sebenarnya kami ingin mengubur jenazah ayah di Jawa tetapi keluarga pihak ayah menolaknya dengan alasan nanti kejauhan jika mereka ingin menjenguk ayah. Sebelum berangkat ke TPU, mama sudah memberiku pilihan untuk ikut atau tinggal. Pertamanya aku memilih untuk tinggal di rumah saja, tapi teman-temanku menyarankan agar aku ikut karena itu adalah pertemuan terakhir dengan ayahku. Akhirnya aku memilih untuk ikut dengan perjanjian dengan mama, bahwa aku tidak boleh menangis lagi. Aku menyanggupinya.
                Pada saat di TPU, jenazah ayah tidak langsung dikuburkan. Kami harus menunggu adik ayahku yang masih berada di bandara. Setelah menunggu kira-kira 10 menit, aku melihat adik ayahku berlarian menuju tempat ayah akan dikuburkan. Pada saat penguburan, kakak selaku anak sulung dan anak bujang satu-satunya dikeluargaku juga ikut menguburkan. Aku melihat wajah kakak ku yang sangat mirip dengan mendiang ayah itu tidak menampilkan raut sedih, tapi aku sangat yakin jauh di dalam lubuk hatinya dia pasti sangat sedih atas kepergian ayah.
                Malam harinya, kami melakukan pengajian selama 3-7 hari. Pada saat pengajian untuk ayah yang 40 hari, teman ayah melihat sosok ayah yang menggunakan baju koko lengkap dengan sarung dengan peci tampak pergi meninggalkan rumah kami. Dan teman ayah juga berkata bahwa sorot mata ayah sangat lah kosong. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk ayah. Ayah, kami sayang dan rindu ayah.

1 komentar:

  1. Vimeo - vimeo (0) | Vimeo - Videosl
    Vimeo - Vimeo | Vimeo. Vimeo. Vimeo. Vimeo. vimeo. vimeo. Vimeo. vimeo. Videoslens. youtube to mp3 for android

    BalasHapus